Laman

Rabu, 11 Mei 2016

Hot News

Camat Kebayoran Baru Tawari Uang Pindah, Warga Cipete Utara Kecewa Berat


Camat Kebayoran Baru Fidia Rokhim beserta jajarannya saat mediasi di kantornya (Foto: Wijaya)
Camat Kebayoran Baru Fidiyah Rokhim (Kanan) beserta jajarannya 
saat mediasi di kantornya (Foto: Wijaya)
JAKARTA, theindonesiatimes - Forum Komunikasi Warga Bersatu (FKWB) yang mewakili ratusan warga dari sejumlah RW di kawasan Kelurahan Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan memenuhi undangan Camat Kebayoran Baru, dengan agenda mendengar penjelasan warga terkait kepemilikan sertifikat Hak Milik No 10 dan 11 yang diakui pengembang swasta.
Surat dengan sifat “Penting” berawal dari surat Tonny Permana a/n PT. Bintang Dharmawangsa Perkasa No: 072/LEG-SR/BDP/IV/2016 tgl 25 April 2016 untuk mendengar penjelasan status kepemilikan SHM No 10 & 11 di kelurahan Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.  Namun pihak PT BDP tidak ada yang hadir mewakili hingga pertemuan selesai.
Camat Kebayoran Baru, Fidiyah Rokhim beserta jajarannya memimpin jalannya pertemuan mengatakan “Kami menilai bahwa PT BDP saat ini memiliki SHM no 10 & 11,  memberikan jalan tengah mewakili PT BDP menawarkan uang penghargaan kepada bapak-bapak yang mewakili warga Cipete Utara senilai 3 juta rupiah/M2,” ujarnya saat mediasi dengan perwakilan warga Cipete Utara di kantornya, Jakarta, Selasa (3/5/2016).
Namun warga Cipete utara yang mendiami lahan tersebut sejak tahun1960 memiliki bukti-bukti bahwa adanya permasalahan hukum (cacat hukum) yang dilanggar atas diterbitkannya SHM No 10 & 11. Selain itu FKWB atas nama warga juga telah melakukan proses pembatalannya melalui Badan Pertanahan Negara (BPN) dan Pengadilan Tinggi Urusan Negara (PTUN).
Ketua FKWB Yanto Wongso menjelaskan “Kami telah melakukan pengajuan ajudikasi atas lahan yang dimiliki warga, serta memberikan berkas Surat Ketetapan pengadilan negeri Jakarta perihal pembatalan sertifikat No 10 dan 11 yang cacat hukum, namun pihak BPN Jakarta Selatan hingga kini enggan memproses dengan alasan akan dipelajari terlebih dahulu. Tetapi pihak BDP secara sepihak melakukan penekanan menggunakan calo tanah mengintimidasi warga untuk melepaskan tanahnya sejak tahun lalu,”.
Surat permohonan pembatalan sertifikat M 10 dan M 11 dari menteri negara Agraria/Kepala BPN (Dok FKWB)
Surat permohonan pembatalan sertifikat M 10 dan 11 
dari Menteri Negara Agraria/Kepala BPN kepada Kepala BPN Jak Sel
(Dok FKWB)
Sertifikat No 10 dan 11 Batal Demi Hukum
Dokumen yang diperlihatkan adalah surat Surat Permohonan yang ditandatangai Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Hasan Basri Durin, No 630.1.LF.274.1870 pada 14 Oktober 1999 ditujukan kepala Kepala BPN Jakarta Selatan perihal: Permohonan pemblokiran serta pembatalan sertifikat hak milik No 10 dan 11/Cipete Utara atas nama Sugiarto Budi Halim. Namun hingga kini belum pernah ada gelar perkara terkait surat permohonan tersebut.
Seperti diberitakan theindonesiatimes pekan lalu. Sertifikat No 10 dan 11 menjadi ganjalan bagi warga Cipete Utara saat tanahnya diajukan pada proram Proyek Nasional Agraria (Prona). Kantor BPN Jakarta Selatan menolak memproses lantaran berbagai faktor diantaranya masuk dalam sertifikat No 10 dan 11. Hingga 2016 surat itu tidak pernah ditindaklanjuti oleh BPN Jakarta Selatan. Bahkan mereka lebih cepat merespon permohonan dari PT Bintang Dharmawangsa Perkasa (BDP).
Jajaran FKWB mewakili warga Cipete U tara saat mediasi di kantor Camat Kebayoran Baru (Foto: Wijaya)
Jajaran FKWB mewakili warga Cipete Utara saat mediasi 
di kantor Camat Kebayoran Baru (Foto: Wijaya)
Diakui Ketua RW 04 Syamsul Fachri, sejumlah warga yang memiliki tanah saat ini mengalami keresahan. Hal ini, terkait adanya sertifikat No 10 dan 11 diatas tanah dimiliki warga. “Kita telah melakukan pendataan kepada seluruh warga. Untuk mengetahui apakah tanahnya termasuk dalam sertifikat No 10 dan 11, dan telah menyerahkan berkasnya kepada FKWB untuk diperjuangkan ke BPN” katanya.
Santoso memiliki tanah sekitar 80 meter persegibegitu juga ratusan warga lainnya mengaku senang saat diumumkan ada program Prona dari BPN Jakarta Selatan. Tapi nyatanya, malah kebingungan karena diatas tanah itu ternyata sudah ada sertifikat atas nama pihak lain. “Serbuan dari calo tanah yang mengintimidasi warga semakin gencar membuat kami resah. Kami akan bersatu melakukan perlawanan terhadap BPNKami menduga adanya permainan yang dilakukan para mafia tanah, karena ini menyangkut hak atas tanah yang kami beli,” tegasnya.
Sementara Haji Juna yang merupakan ahli waris H. Rachmat di lahan tersebut menjelaskan, “Kami sangat prihatin pasalnya diatas lahan kami ada bangunan Sekolah Madrasah Al-Amjad dan disebelahnya bangunan Sekolah Dasar Negeri 10 yang diincar untuk dikuasai. Demi Allah kami tidak rela untuk menjual kepada BDP yang mengaku memiliki sertifikat No 10 dan 11 itu, pertanggung jawabannya berat di akherat kelak” pungkasnya. (Jay)
Editor: Wijaya

Minggu, 08 Mei 2016

Berantas Mafia Tanah

Berantas Mafia Pertanahan di BPN

Warga berunjuk rasa melawan mafia tanah (ist)
Warga berunjuk rasa melawan mafia tanah (ist)
JAKARTA, theindonesiatimes – Kasus sengketa lahan di wilayah Indonesia beberapa waktu terakhir ini menghantui rakyat kecil senantiasa tak berdaya melawan arogansi penguasa yang berkolaborasi dengan pengusaha berkarakter rakus akan tanah. Mafia pertanahan sudah mengepung kita terlebih di wilayah DKI Jakarta sebagai pusatnya bisnis Indonesia. Karena itu, untuk melawannya sudah tidak bisa dengan bahasa santun.
“Mereka itu, terdiri dari tiga kekuatan laten dan sangat kuat yaitu persekongkolan dari tiga pihak. Pertama pengusaha bajingan, oknum BPN korup, dan oknum penegak hukum yang berengsek,” ungkap Wakil Ketua Komite I Beny Ramdani, kepada theindonesiatimes di Gedung Parlemen, baru-baru ini. Mengingat kuatnya mafia pertanahan yang barmain di BPN tersebut, Beny menegaskan, sudah saatnya Kementerian Agraria betul-betul dan peka menyikat habis oknum-oknum yang bermain pertanahan.
“Mengapa kekukatan tiga laten ini menjadi sulit dikalahkan oleh rakyat kecil, karena pengusaha memiliki modal jadi sebagai pemilik modal kelompok kapitalis mereka mempunyai kepentingan berusaha bisa menjadi investasi, dengan cara mendapatkan tanah di suatu daerah dengan mengalahkan suatu cara dengan kekuatan agrarian,” tandasnya.
Kementerian Agraria perlu mengambil tindakan yang extraordinary untuk melakukan pemberantasan mafia tanah. “Jika Fery Mursidan Baldan (Menteri Agraria) tidak berani mengambil tindakan untuk pemberantasan mafia tanah maka apa yang disampaikan Fery tentang ide dan gagasannya yang berkaitan dengan program di Kementerian itu menjadi omong kosong. Semua rakyat tidak menginginkan kebijkan yang omong kosong dari Menteri Agraria,” tegasnya lagi.
Menurut Beny, rakyat menginginkan pertanahan yang kongkrit yang berpihak kepada rakyat miskin, petani benar-benar membutuhkan tanah.
Padahal, katanya, Istilah BPN banyak oknum-oknum yang bermain, istilah BPN sebagai biang kerok dari konflik-konflik pertanahan label ini sudah diberikan pada saat orde baru berkuasa. “Mafia sudah kokok di BPN. Langkah awal, bersihkan mafia pertanahan dari BPN, bersihkan BPN dari para penyamunyang bermain di sana dan menyebabkan image buruk BPN sebagai sarang penyamun,” katanya. “Konflik pertanahan muncul karena para penyamun membela yang punya uang,” tambahnya.
Dalam membela orang beruang, para mafia itu bekerjasama dengan orang-orang yang berada di institusi yang institusi ini memiliki obsolutisme kekuasaan dalam hal mengeluarkan sertifikat sebagai bukti kepemilikan yang sah.
Penegak Hukum Brengsek
Ketika masyarakat melakukan gugatan protes atas pengambil alihan tanah-tanah mereka yang dialihkan kepemilikan menjadi milik pengusaha atas dasar sertifikat bukti kepemilikan yang dikeluarkan oleh “Oknum BPN” maka masyarakat terbentur lagi dengan oknum penegak hukum yang berengsek. “Oknum penegak hukum yang berengsek ini adalah yang memiliki obsolutisme dalam hal mengambil putusan setiap munculnya persengketaan pertanahan di gugat lewat peradilan,” tandasnya.
Kalau Fery benar-benar konsisten untuk melakukan tata kelola pertanahan agar tanah dalam hal tata kelola ini, berikan rasa keadilan bagi masyarakat diorientasikan bagimana pemerintahan Jokowi juga memberikan pengaturan setiap masyarakat bisa mendapat pengelolaan lahan dan jaminan kepemilikan tanah. “Kalau itu dilakukan maka itu merupakan satu langkah yang dilakukan secara berani oleh Fery,” ujarnya..
Beny berharap DPR dan DPD RI melahirkan sebuah hukum pertanahan atau undang-undang agraria yang progresif. “Ciri-ciri undang-undang yang progresif pertama undang-undang yang memberikan kewenangan dan posisi kepada negara pada porsi yang sangat kuat untuk melakukan pengaturan tata kelola pertanahan, negara tidak boleh disalahkan oleh kapitalis dan Negara tidak boleh dikalahkan oleh kaum pemilik modal,” ucapnya lagi..
Hal senada juga dikatakan Wakil Ketua DPD RI Benny Rhamdani, menyebutkan jika BPN disinyalir biang kerok mafia tanah.
Menurut, senator asal Sulawesi Utara ini “Regulasi yang extraordinary harus didukung oleh lembaga termasuk pengadilan yang bersifat extraordinary” Kata Benny di Jakarta usai rapat dengan Kementerian Agraria Tata Ruang dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Ditambahkan Wakil Ketua Komite I DPD RI, Kementerian hanya akan mendata pembendaharaan, jumlah data-data masyarakat yang menjadi korban luas tanah yang akan beralih ke tangah pemilik modal.
Masih lanjut Benny, ia menginginkan lebih dari itu. Pertama reforma agraria harus diperbaruhi secara paradigmatik, filosofis, kembali pada awal lahirnya UU pokok agraria 560, dalam ide Presiden Soekarno,
“Kalau Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan mengatakan, tidak sejengkal pun tanah republik ini dikuasai asing. Itu bukan UU baru, itu spirit yang terkandung dalam UU Agraria 560, itu spirit yang ada dalam benak Soekarno,” pungkas, Benny. (Jay)

Surat Surat Penting 4

Surat Mandat Pembatalan SHM 10-11 dari Menteri Agraria kepada BPN Jak Sel Tahun 1999



Surat Surat Penting 3

Kutipan Sertifikat Hak Milik 10 - 11 Tahun 1966


Surat Surat Penting 2

Bukti Surat Kepemilikan Tanah Warga Kirai Tahun 1955


Surat Surat Penting 1

Surat Jawaban Gubernur Ali Sadikin Tahun 1971




Sabtu, 30 April 2016

FKWB Mendesak BPN Jaksel Tuntaskan Kasus Lahan Cipete Utara

Ketua FKWB Yanto Wongso (kanan), Penasehat FKWB Arief Achmadi (tengah), dan Tokoh Masyarakat Asmawih (kiri) saat menghadap Kasie perkara BPN Jaksel. (Foto: Ojay)
JAKARTA, theindonesiatimes – Sejumlah warga peduli menolak penggusuran yang menamakan diri Forum Komunikasi Warga Bersatu (FKWB) menyatakan sikapnya terhadap ketidakadilan menyangkut masalah tanah dan pemukiman di wilayah Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Sang Ketua FKWB, Yanto Wongso warga RW 04, saat ini menjabat ketua LMK RW 04 yang merupakan kader PDIP Perjuangan dengan bersemangat menjelaskan kepada theindonesiatime, di Jakarta, Kamis (21/4/2016)
“FKWB mendesak kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jaksel, pasalnya saat ini ratusan warga jalan Kirai dan jalan Damai, Cipete Utara, seluruhnya resah akan adanya penggusuran rumah mereka yang telah ditempati selama hampir 50 tahun oleh pengembang yang mengklaim memiliki dokumen atas lahan seluas 6,5 ha terdiri dari dua sertifikat yaitu M10 dan M11 yang mencakup 3 wilayah RW yaitu RW.1, RW. 4 dan RW. 8”, jelasnya.
Lebih lanjut dijelaskan “Sejak 2012 aksi penggusuran mulai terjadi di wilayah kami terutama di RW.1 sudah mulai dilakukan dengan segala cara, dengan melibatkan pengurus RW.1 mulai dari aksi negoisasi harga kepada warga yang berniat menjual tanahnya dengan penggantian uang kerahiman Rp. 2.000.000,-/m2 (dua juta rupiah per meter persegi), sebagian warga yang termakan isu penggusuran sudah dipagari tanahnya sedangkan yang masih bertahan ada yang ditutup akses jalan masuk ke rumahnya oleh pengembang (PT Bintang Dharmawangsa Perkasa),” ujar Yanto Wongso.
Akibat keresahan seluruh warga ini kami sudah melayangkan surat ke berbagai pihak, mulai Lurah, Camat, Walikota Jaksel, Dewan Kota, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat komisi A, Gubernur DKI Jakarta, Sekretariat Negara, Komisi Pembertantasan Korupsi, LBH Jakarta dan Ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan melalui DPD dan DPC anak ranting. Namun belum mendapat penanganan.
Kasie penanganan perkara BPN Jak Sel, Triyono saat menerima Tim FKWB (Foto: Ojay)
Kasie penanganan perkara BPN Jak Sel, Triyono saat menerima Tim FKWB (Foto: Ojay)
“FKWB berinisiatif menyampaikan seluruh berkas permasalahan tanah di Cipete Utara kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jaksel pada Senin (19/4) lalu yang diterima Triyono Kasie Penanganan Perkara BPN Jaksel, pihaknya menjanjikan akan melakukan gelar perkara pada pekan depan, serta kami akan diundang untuk audiensi dengan pihak terkait. Jika tidak mendapatkan solusinya kami akan melakukan aksi lanjutan,” tegas Yanto Wongso.
FKWB menilai Badan Pertanahan Nasional harus membatalkan sertifikat M 10 dan M 11 karena cacat hukum dan mengembalikan tanah tersebut kepada ahli waris sesuai jumlah luas tanah kepemilikan dan kami berharap bisa mengajukan ajudikasi atau pronas sehingga terbit sertifikat baru sesuai nama pemiliknya.
Intimidasi  Warga   
“Sebelumnya pada bulan puasa lalu 24 Agustus 2015 warga Cipete Utara diundang mediasi oleh kelurahan dan Badan Pertanahan Jakarta Selatan yang lalu, namun menemui jalan buntu, setelah ditelaah oleh pihak BPN bahwa tanah masih berstatus sengketa, sesuai dengan turunan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, perdata no 537/pdtg/1963/pn.jkt pst dan no 538/pdtg/1963/pn.jkt pst pihak penggugat (ahli waris yang sebenarnya) dimenangkan secara verstek terhadap tergugat (orang yang mengaku ahli waris),” jelas Yanto Wongso.
Kemudian 2014 sampai akhir tahun 2015 pihak pengembang mulai melancarkan aksi secara masif, tahap kedua yaitu intimidasi terhadap para warga yang menolak dan tetap bertahan dengan tidak menjual kepada pengembang, bahkan pihak pengembang telah menurunkan sejumlah warga Ambon untuk menakut-nakuti warga Cipete Utara.
“Kami sangat yakin berada di pihak yang benar, bahwa orang tua kami dulu membeli tanah tersebut dari ahli waris walaupun tanpa surat yang kuat, hanya selembar kertas bersegel sebagai akta jual beli dan kuitansi pembelian yang diketahui oleh lurah dan camat pada saat itu, bukan merampas tanah orang. Pajak Bumi dan Bangunan pun yang tertera adalah nama kami dan kami bayar setiap tahunnya walaupun tidak bisa dijadikan bukti kepemilikan tanah tetapi kami yakin tanah ini adalah hak kami,” pungkasnya. (wks)
Wijaya

Mafia Tanah Bikin Resah Warga Cipete Utara

Salam Satu sudut jalan Kirai, Cipete Utara, mengarah ke apartemen Essence Darmawangsa (Ist)

Salah satu sudut jalan Kirai, Cipete Utara, Jakarta Selatan mengarah ke apartemen Essence Darmawangsa (Ist)

JAKARTA, theindonesiatimes – Perjuangan warga DKI Jakarta atas hak kepemilikan tanah berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) yang telah dihuni secara turun temurun sejak 1960 di kawasan Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan menghadapi berbagai hambatan dan rintangan. Tanah negara bekasEigendon Verponding No. 5157 tersebut menyisakan sejumlah masalah terkait status kepemilikan, serta diperjualbelikan yang melibatkan sejumlah pihak.
Pasalnya kawasan seluas 6,5 ha yang membentang dari Jalan Fatmawati hingga mencapai apartemen Essence Darmawangsa atau dikenal dengan Jalan Kirai, dalam wilayah kelurahan Cipete Utara, saat ini dihuni oleh ribuan warga. Berbekal data otentik yang dimiliki dan surat pengesahan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Selatan atas status kepemilikan warga masih memperjuangkan haknya untuk mendapatkan SHM di atas lahan tersebut melalui Badan Pertanahan Negara Jakarta Selatan.
Penelusuran theindonesiatimes, setahun belakangan lahan tersebut telah ditawarkan melalui dunia maya oleh pengembang melalui broker senilai Rp 20 juta/M2, pihak pengembang mencantumkan telah memiliki SHM no 10 dan 11 atas lahan seluas 6,5 ha itu dan surat pernyataan pengosongan lahan dari warga Cipete Utara. Lahan tersebut saat ini menjadi incaran para pengembang karena lokasi yang strategis di kawasan Jakarta Selatan.
“Kami akan mempertahankan lahan ini, walaupun sejumlah orang yang mengaku suruhan (calo) dari pihak pengembang secara aktif mendesak warga di jalan Kirai untuk melepas/menjual tanah dan bangunannya senilai Rp 2 juta/M2, bahkan mereka berani mengintimidasi dan menyuruh warga untuk mengosongkan lahan miliknya,” ujar Beny kepada theindonesiatimes, di Jakarta, Selasa (19/4/2016).
Pernyataan senada dari warga lainnya mereka sudah tidak percaya dengan pihak kelurahan terlebih dengan sebagian pengurus RT dan RW di wilayah Cipete Utara. Warga menilai mereka lebih mendukung langkah pengembang yang ngotot untuk menguasai lahan di Cipete Utara tersebut hingga akhir 2016.
Lebih lanjut Beny menuturkan, “Pihak pengembang saat ini lebih aktif menurunkan sejumlah orang dari suku Ambon bertubuh besar dating pada malam hari untuk mengintimidasi warga Cipete Utara segera menjual tanahnya,” ujarnya.
Tolak Penggusuran
Rencana pengembang untuk melakukan penggusuran tampak di depan mata, terlebih pasca digelar sebuah pertemuan yang difasilitasi pihak kelurahan Cipete Utara pada 2015 silam mengundang perwakilan warga dengan agenda sosialisasi masalah pertanahan, ternyata pada pertemuan tersebut hadir pula pihakpengembang, beserta aparat dari Koramil dan Polres Jakarta Selatan.
“Kami disodorkan blangko surat pernyataan untuk menjual dan mengosongkan lahan yang kami punya, dalam suasana yang tidak kondusif tersebut kami menolak dengan tegas. Saya juga sudah protes kepada pengurus RW maupun Kelurahan, terkait pemagaran beton oleh pengembang di depan rumah saya sehingga menyulitkan untuk beraktifitas, tidak ada yang bisa menjelaskan apalagi bertindak.” ujar Toro salah seorang warga Jalan Kirai
Sebagian warga yang masih memiliki komitmen berjuang untuk mendapatkan hak kepemilikan atas lahan di Cipete Utara tersebut, akhirnya sepakat untuk membentuk Forum Komunikasi Warga Bersatu (FKWB) terdiri dari sebagian wargaCipete Utara.
FKWB berserta tim telah bekerja mengumpulan data dan informasi secara lengkap terkait kasus lahan di Cipete Utara tersebut. Dimotori Yanto Wongso salah seorang aktivis kepemudaan dan juga ketuaLMK RW 04 melakukan advokasi dan audiensi ke sejumlah instansi terkait.
“Insya Allah, FKWB akan bekerja secara maksimal atas nama warga Cipete Utara untuk mengupayakan penuntasan kasus lahan ini melalui jalur hukum dan instansi terkait melawan arogansi pihak pengembang yang berambisi menguasai lahan kami,”pungkasnya.(AD,SL,RY)

Jumat, 29 April 2016

Perjuangan Belum UIsai

https://www.youtube.com/watch?v=fuy8128ij7k

Abuya H. Rohmat dalam acara Ombudsman

para pengembang ketika mediasi dg bpn jaksel

Ketua BPN Jaksel menyampaikan pendahuluan

Perwakilan Warga Kirai ketika berinterkasi dengan pengembang



Sekapur Sirih

Forum Komunikasi Warga Bersatu (FKWB)
'Bersatu Kita Bisa'


Perjuangan sebagian warga di jalan kirai cipete utara untuk mempertahankan tanahnya dari 'ancaman' para calo tanah telah terakomodasi melalui sebuah forum yang penuh dengan harapan bahwa tanah yang saat ini mereka tempati selama puluhan tahun bisa bersertifikat.
Dengan bermodalkan semangat yang tinggi untuk mencari keadilan, forum yang diketuai oleh salah seorang tokoh masyarakat di wilayah cipete utara terus berjuang dengan berbagai cara sampai dibatalkannya sertifikat hak milik M10 & M11 dibatalkan.  
Saat ini FKWB berserta tim telah berhasil mengumpulan data dan informasi secara lengkap terkait kasus lahan di Cipete Utara tersebut. Dimotori Yanto Wongso salah seorang aktivis kepemudaan dan juga ketua LMK RW 04 melakukan advokasi dan audiensi ke sejumlah instansi terkait.
“Insya Allah, FKWB akan bekerja secara maksimal atas nama warga Cipete Utara untuk mengupayakan penuntasan kasus lahan ini melalui jalur hukum dan instansi terkait melawan arogansi pihak pengembang yang berambisi menguasai lahan kami,”pungkasnya.
Salah satu sudut jalan kirai cipete utara

Tim FKWB ketika mengunjungi BPN Pusat
Kasie Penanganan Perkara BPN Pusat, Bapak Triyono ketika menerima kunjungan tim FKWB