JAKARTA, theindonesiatimes – Perjuangan warga DKI Jakarta atas hak kepemilikan tanah berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) yang telah dihuni secara turun temurun sejak 1960 di kawasan Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan menghadapi berbagai hambatan dan rintangan. Tanah negara bekasEigendon Verponding No. 5157 tersebut menyisakan sejumlah masalah terkait status kepemilikan, serta diperjualbelikan yang melibatkan sejumlah pihak.
Pasalnya kawasan seluas 6,5 ha yang membentang dari Jalan Fatmawati hingga mencapai apartemen Essence Darmawangsa atau dikenal dengan Jalan Kirai, dalam wilayah kelurahan Cipete Utara, saat ini dihuni oleh ribuan warga. Berbekal data otentik yang dimiliki dan surat pengesahan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Selatan atas status kepemilikan warga masih memperjuangkan haknya untuk mendapatkan SHM di atas lahan tersebut melalui Badan Pertanahan Negara Jakarta Selatan.
Penelusuran theindonesiatimes, setahun belakangan lahan tersebut telah ditawarkan melalui dunia maya oleh pengembang melalui broker senilai Rp 20 juta/M2, pihak pengembang mencantumkan telah memiliki SHM no 10 dan 11 atas lahan seluas 6,5 ha itu dan surat pernyataan pengosongan lahan dari warga Cipete Utara. Lahan tersebut saat ini menjadi incaran para pengembang karena lokasi yang strategis di kawasan Jakarta Selatan.
“Kami akan mempertahankan lahan ini, walaupun sejumlah orang yang mengaku suruhan (calo) dari pihak pengembang secara aktif mendesak warga di jalan Kirai untuk melepas/menjual tanah dan bangunannya senilai Rp 2 juta/M2, bahkan mereka berani mengintimidasi dan menyuruh warga untuk mengosongkan lahan miliknya,” ujar Beny kepada theindonesiatimes, di Jakarta, Selasa (19/4/2016).
Pernyataan senada dari warga lainnya mereka sudah tidak percaya dengan pihak kelurahan terlebih dengan sebagian pengurus RT dan RW di wilayah Cipete Utara. Warga menilai mereka lebih mendukung langkah pengembang yang ngotot untuk menguasai lahan di Cipete Utara tersebut hingga akhir 2016.
Lebih lanjut Beny menuturkan, “Pihak pengembang saat ini lebih aktif menurunkan sejumlah orang dari suku Ambon bertubuh besar dating pada malam hari untuk mengintimidasi warga Cipete Utara segera menjual tanahnya,” ujarnya.
Tolak Penggusuran
Rencana pengembang untuk melakukan penggusuran tampak di depan mata, terlebih pasca digelar sebuah pertemuan yang difasilitasi pihak kelurahan Cipete Utara pada 2015 silam mengundang perwakilan warga dengan agenda sosialisasi masalah pertanahan, ternyata pada pertemuan tersebut hadir pula pihakpengembang, beserta aparat dari Koramil dan Polres Jakarta Selatan.
“Kami disodorkan blangko surat pernyataan untuk menjual dan mengosongkan lahan yang kami punya, dalam suasana yang tidak kondusif tersebut kami menolak dengan tegas. Saya juga sudah protes kepada pengurus RW maupun Kelurahan, terkait pemagaran beton oleh pengembang di depan rumah saya sehingga menyulitkan untuk beraktifitas, tidak ada yang bisa menjelaskan apalagi bertindak.” ujar Toro salah seorang warga Jalan Kirai
Sebagian warga yang masih memiliki komitmen berjuang untuk mendapatkan hak kepemilikan atas lahan di Cipete Utara tersebut, akhirnya sepakat untuk membentuk Forum Komunikasi Warga Bersatu (FKWB) terdiri dari sebagian wargaCipete Utara.
FKWB berserta tim telah bekerja mengumpulan data dan informasi secara lengkap terkait kasus lahan di Cipete Utara tersebut. Dimotori Yanto Wongso salah seorang aktivis kepemudaan dan juga ketuaLMK RW 04 melakukan advokasi dan audiensi ke sejumlah instansi terkait.
“Insya Allah, FKWB akan bekerja secara maksimal atas nama warga Cipete Utara untuk mengupayakan penuntasan kasus lahan ini melalui jalur hukum dan instansi terkait melawan arogansi pihak pengembang yang berambisi menguasai lahan kami,”pungkasnya.(AD,SL,RY)
Mahogany can be found growing wild in the forests of teak and other ternpat areas close to the coast
BalasHapushttp://www.suksestoto.com/