Laman

Sabtu, 30 April 2016

FKWB Mendesak BPN Jaksel Tuntaskan Kasus Lahan Cipete Utara

Ketua FKWB Yanto Wongso (kanan), Penasehat FKWB Arief Achmadi (tengah), dan Tokoh Masyarakat Asmawih (kiri) saat menghadap Kasie perkara BPN Jaksel. (Foto: Ojay)
JAKARTA, theindonesiatimes – Sejumlah warga peduli menolak penggusuran yang menamakan diri Forum Komunikasi Warga Bersatu (FKWB) menyatakan sikapnya terhadap ketidakadilan menyangkut masalah tanah dan pemukiman di wilayah Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Sang Ketua FKWB, Yanto Wongso warga RW 04, saat ini menjabat ketua LMK RW 04 yang merupakan kader PDIP Perjuangan dengan bersemangat menjelaskan kepada theindonesiatime, di Jakarta, Kamis (21/4/2016)
“FKWB mendesak kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jaksel, pasalnya saat ini ratusan warga jalan Kirai dan jalan Damai, Cipete Utara, seluruhnya resah akan adanya penggusuran rumah mereka yang telah ditempati selama hampir 50 tahun oleh pengembang yang mengklaim memiliki dokumen atas lahan seluas 6,5 ha terdiri dari dua sertifikat yaitu M10 dan M11 yang mencakup 3 wilayah RW yaitu RW.1, RW. 4 dan RW. 8”, jelasnya.
Lebih lanjut dijelaskan “Sejak 2012 aksi penggusuran mulai terjadi di wilayah kami terutama di RW.1 sudah mulai dilakukan dengan segala cara, dengan melibatkan pengurus RW.1 mulai dari aksi negoisasi harga kepada warga yang berniat menjual tanahnya dengan penggantian uang kerahiman Rp. 2.000.000,-/m2 (dua juta rupiah per meter persegi), sebagian warga yang termakan isu penggusuran sudah dipagari tanahnya sedangkan yang masih bertahan ada yang ditutup akses jalan masuk ke rumahnya oleh pengembang (PT Bintang Dharmawangsa Perkasa),” ujar Yanto Wongso.
Akibat keresahan seluruh warga ini kami sudah melayangkan surat ke berbagai pihak, mulai Lurah, Camat, Walikota Jaksel, Dewan Kota, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat komisi A, Gubernur DKI Jakarta, Sekretariat Negara, Komisi Pembertantasan Korupsi, LBH Jakarta dan Ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan melalui DPD dan DPC anak ranting. Namun belum mendapat penanganan.
Kasie penanganan perkara BPN Jak Sel, Triyono saat menerima Tim FKWB (Foto: Ojay)
Kasie penanganan perkara BPN Jak Sel, Triyono saat menerima Tim FKWB (Foto: Ojay)
“FKWB berinisiatif menyampaikan seluruh berkas permasalahan tanah di Cipete Utara kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jaksel pada Senin (19/4) lalu yang diterima Triyono Kasie Penanganan Perkara BPN Jaksel, pihaknya menjanjikan akan melakukan gelar perkara pada pekan depan, serta kami akan diundang untuk audiensi dengan pihak terkait. Jika tidak mendapatkan solusinya kami akan melakukan aksi lanjutan,” tegas Yanto Wongso.
FKWB menilai Badan Pertanahan Nasional harus membatalkan sertifikat M 10 dan M 11 karena cacat hukum dan mengembalikan tanah tersebut kepada ahli waris sesuai jumlah luas tanah kepemilikan dan kami berharap bisa mengajukan ajudikasi atau pronas sehingga terbit sertifikat baru sesuai nama pemiliknya.
Intimidasi  Warga   
“Sebelumnya pada bulan puasa lalu 24 Agustus 2015 warga Cipete Utara diundang mediasi oleh kelurahan dan Badan Pertanahan Jakarta Selatan yang lalu, namun menemui jalan buntu, setelah ditelaah oleh pihak BPN bahwa tanah masih berstatus sengketa, sesuai dengan turunan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, perdata no 537/pdtg/1963/pn.jkt pst dan no 538/pdtg/1963/pn.jkt pst pihak penggugat (ahli waris yang sebenarnya) dimenangkan secara verstek terhadap tergugat (orang yang mengaku ahli waris),” jelas Yanto Wongso.
Kemudian 2014 sampai akhir tahun 2015 pihak pengembang mulai melancarkan aksi secara masif, tahap kedua yaitu intimidasi terhadap para warga yang menolak dan tetap bertahan dengan tidak menjual kepada pengembang, bahkan pihak pengembang telah menurunkan sejumlah warga Ambon untuk menakut-nakuti warga Cipete Utara.
“Kami sangat yakin berada di pihak yang benar, bahwa orang tua kami dulu membeli tanah tersebut dari ahli waris walaupun tanpa surat yang kuat, hanya selembar kertas bersegel sebagai akta jual beli dan kuitansi pembelian yang diketahui oleh lurah dan camat pada saat itu, bukan merampas tanah orang. Pajak Bumi dan Bangunan pun yang tertera adalah nama kami dan kami bayar setiap tahunnya walaupun tidak bisa dijadikan bukti kepemilikan tanah tetapi kami yakin tanah ini adalah hak kami,” pungkasnya. (wks)
Wijaya

Mafia Tanah Bikin Resah Warga Cipete Utara

Salam Satu sudut jalan Kirai, Cipete Utara, mengarah ke apartemen Essence Darmawangsa (Ist)

Salah satu sudut jalan Kirai, Cipete Utara, Jakarta Selatan mengarah ke apartemen Essence Darmawangsa (Ist)

JAKARTA, theindonesiatimes – Perjuangan warga DKI Jakarta atas hak kepemilikan tanah berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) yang telah dihuni secara turun temurun sejak 1960 di kawasan Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan menghadapi berbagai hambatan dan rintangan. Tanah negara bekasEigendon Verponding No. 5157 tersebut menyisakan sejumlah masalah terkait status kepemilikan, serta diperjualbelikan yang melibatkan sejumlah pihak.
Pasalnya kawasan seluas 6,5 ha yang membentang dari Jalan Fatmawati hingga mencapai apartemen Essence Darmawangsa atau dikenal dengan Jalan Kirai, dalam wilayah kelurahan Cipete Utara, saat ini dihuni oleh ribuan warga. Berbekal data otentik yang dimiliki dan surat pengesahan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Selatan atas status kepemilikan warga masih memperjuangkan haknya untuk mendapatkan SHM di atas lahan tersebut melalui Badan Pertanahan Negara Jakarta Selatan.
Penelusuran theindonesiatimes, setahun belakangan lahan tersebut telah ditawarkan melalui dunia maya oleh pengembang melalui broker senilai Rp 20 juta/M2, pihak pengembang mencantumkan telah memiliki SHM no 10 dan 11 atas lahan seluas 6,5 ha itu dan surat pernyataan pengosongan lahan dari warga Cipete Utara. Lahan tersebut saat ini menjadi incaran para pengembang karena lokasi yang strategis di kawasan Jakarta Selatan.
“Kami akan mempertahankan lahan ini, walaupun sejumlah orang yang mengaku suruhan (calo) dari pihak pengembang secara aktif mendesak warga di jalan Kirai untuk melepas/menjual tanah dan bangunannya senilai Rp 2 juta/M2, bahkan mereka berani mengintimidasi dan menyuruh warga untuk mengosongkan lahan miliknya,” ujar Beny kepada theindonesiatimes, di Jakarta, Selasa (19/4/2016).
Pernyataan senada dari warga lainnya mereka sudah tidak percaya dengan pihak kelurahan terlebih dengan sebagian pengurus RT dan RW di wilayah Cipete Utara. Warga menilai mereka lebih mendukung langkah pengembang yang ngotot untuk menguasai lahan di Cipete Utara tersebut hingga akhir 2016.
Lebih lanjut Beny menuturkan, “Pihak pengembang saat ini lebih aktif menurunkan sejumlah orang dari suku Ambon bertubuh besar dating pada malam hari untuk mengintimidasi warga Cipete Utara segera menjual tanahnya,” ujarnya.
Tolak Penggusuran
Rencana pengembang untuk melakukan penggusuran tampak di depan mata, terlebih pasca digelar sebuah pertemuan yang difasilitasi pihak kelurahan Cipete Utara pada 2015 silam mengundang perwakilan warga dengan agenda sosialisasi masalah pertanahan, ternyata pada pertemuan tersebut hadir pula pihakpengembang, beserta aparat dari Koramil dan Polres Jakarta Selatan.
“Kami disodorkan blangko surat pernyataan untuk menjual dan mengosongkan lahan yang kami punya, dalam suasana yang tidak kondusif tersebut kami menolak dengan tegas. Saya juga sudah protes kepada pengurus RW maupun Kelurahan, terkait pemagaran beton oleh pengembang di depan rumah saya sehingga menyulitkan untuk beraktifitas, tidak ada yang bisa menjelaskan apalagi bertindak.” ujar Toro salah seorang warga Jalan Kirai
Sebagian warga yang masih memiliki komitmen berjuang untuk mendapatkan hak kepemilikan atas lahan di Cipete Utara tersebut, akhirnya sepakat untuk membentuk Forum Komunikasi Warga Bersatu (FKWB) terdiri dari sebagian wargaCipete Utara.
FKWB berserta tim telah bekerja mengumpulan data dan informasi secara lengkap terkait kasus lahan di Cipete Utara tersebut. Dimotori Yanto Wongso salah seorang aktivis kepemudaan dan juga ketuaLMK RW 04 melakukan advokasi dan audiensi ke sejumlah instansi terkait.
“Insya Allah, FKWB akan bekerja secara maksimal atas nama warga Cipete Utara untuk mengupayakan penuntasan kasus lahan ini melalui jalur hukum dan instansi terkait melawan arogansi pihak pengembang yang berambisi menguasai lahan kami,”pungkasnya.(AD,SL,RY)

Jumat, 29 April 2016

Perjuangan Belum UIsai

https://www.youtube.com/watch?v=fuy8128ij7k

Abuya H. Rohmat dalam acara Ombudsman

para pengembang ketika mediasi dg bpn jaksel

Ketua BPN Jaksel menyampaikan pendahuluan

Perwakilan Warga Kirai ketika berinterkasi dengan pengembang



Sekapur Sirih

Forum Komunikasi Warga Bersatu (FKWB)
'Bersatu Kita Bisa'


Perjuangan sebagian warga di jalan kirai cipete utara untuk mempertahankan tanahnya dari 'ancaman' para calo tanah telah terakomodasi melalui sebuah forum yang penuh dengan harapan bahwa tanah yang saat ini mereka tempati selama puluhan tahun bisa bersertifikat.
Dengan bermodalkan semangat yang tinggi untuk mencari keadilan, forum yang diketuai oleh salah seorang tokoh masyarakat di wilayah cipete utara terus berjuang dengan berbagai cara sampai dibatalkannya sertifikat hak milik M10 & M11 dibatalkan.  
Saat ini FKWB berserta tim telah berhasil mengumpulan data dan informasi secara lengkap terkait kasus lahan di Cipete Utara tersebut. Dimotori Yanto Wongso salah seorang aktivis kepemudaan dan juga ketua LMK RW 04 melakukan advokasi dan audiensi ke sejumlah instansi terkait.
“Insya Allah, FKWB akan bekerja secara maksimal atas nama warga Cipete Utara untuk mengupayakan penuntasan kasus lahan ini melalui jalur hukum dan instansi terkait melawan arogansi pihak pengembang yang berambisi menguasai lahan kami,”pungkasnya.
Salah satu sudut jalan kirai cipete utara

Tim FKWB ketika mengunjungi BPN Pusat
Kasie Penanganan Perkara BPN Pusat, Bapak Triyono ketika menerima kunjungan tim FKWB