JAKARTA, theindonesiatimes – Sejumlah warga peduli menolak penggusuran yang menamakan diri Forum Komunikasi Warga Bersatu (FKWB) menyatakan sikapnya terhadap ketidakadilan menyangkut masalah tanah dan pemukiman di wilayah Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Sang Ketua FKWB, Yanto Wongso warga RW 04, saat ini menjabat ketua LMK RW 04 yang merupakan kader PDIP Perjuangan dengan bersemangat menjelaskan kepada theindonesiatime, di Jakarta, Kamis (21/4/2016)
“FKWB mendesak kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jaksel, pasalnya saat ini ratusan warga jalan Kirai dan jalan Damai, Cipete Utara, seluruhnya resah akan adanya penggusuran rumah mereka yang telah ditempati selama hampir 50 tahun oleh pengembang yang mengklaim memiliki dokumen atas lahan seluas 6,5 ha terdiri dari dua sertifikat yaitu M10 dan M11 yang mencakup 3 wilayah RW yaitu RW.1, RW. 4 dan RW. 8”, jelasnya.
Lebih lanjut dijelaskan “Sejak 2012 aksi penggusuran mulai terjadi di wilayah kami terutama di RW.1 sudah mulai dilakukan dengan segala cara, dengan melibatkan pengurus RW.1 mulai dari aksi negoisasi harga kepada warga yang berniat menjual tanahnya dengan penggantian uang kerahiman Rp. 2.000.000,-/m2 (dua juta rupiah per meter persegi), sebagian warga yang termakan isu penggusuran sudah dipagari tanahnya sedangkan yang masih bertahan ada yang ditutup akses jalan masuk ke rumahnya oleh pengembang (PT Bintang Dharmawangsa Perkasa),” ujar Yanto Wongso.
Akibat keresahan seluruh warga ini kami sudah melayangkan surat ke berbagai pihak, mulai Lurah, Camat, Walikota Jaksel, Dewan Kota, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat komisi A, Gubernur DKI Jakarta, Sekretariat Negara, Komisi Pembertantasan Korupsi, LBH Jakarta dan Ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan melalui DPD dan DPC anak ranting. Namun belum mendapat penanganan.
“FKWB berinisiatif menyampaikan seluruh berkas permasalahan tanah di Cipete Utara kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jaksel pada Senin (19/4) lalu yang diterima Triyono Kasie Penanganan Perkara BPN Jaksel, pihaknya menjanjikan akan melakukan gelar perkara pada pekan depan, serta kami akan diundang untuk audiensi dengan pihak terkait. Jika tidak mendapatkan solusinya kami akan melakukan aksi lanjutan,” tegas Yanto Wongso.
FKWB menilai Badan Pertanahan Nasional harus membatalkan sertifikat M 10 dan M 11 karena cacat hukum dan mengembalikan tanah tersebut kepada ahli waris sesuai jumlah luas tanah kepemilikan dan kami berharap bisa mengajukan ajudikasi atau pronas sehingga terbit sertifikat baru sesuai nama pemiliknya.
Intimidasi Warga
“Sebelumnya pada bulan puasa lalu 24 Agustus 2015 warga Cipete Utara diundang mediasi oleh kelurahan dan Badan Pertanahan Jakarta Selatan yang lalu, namun menemui jalan buntu, setelah ditelaah oleh pihak BPN bahwa tanah masih berstatus sengketa, sesuai dengan turunan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, perdata no 537/pdtg/1963/pn.jkt pst dan no 538/pdtg/1963/pn.jkt pst pihak penggugat (ahli waris yang sebenarnya) dimenangkan secara verstek terhadap tergugat (orang yang mengaku ahli waris),” jelas Yanto Wongso.
Kemudian 2014 sampai akhir tahun 2015 pihak pengembang mulai melancarkan aksi secara masif, tahap kedua yaitu intimidasi terhadap para warga yang menolak dan tetap bertahan dengan tidak menjual kepada pengembang, bahkan pihak pengembang telah menurunkan sejumlah warga Ambon untuk menakut-nakuti warga Cipete Utara.
“Kami sangat yakin berada di pihak yang benar, bahwa orang tua kami dulu membeli tanah tersebut dari ahli waris walaupun tanpa surat yang kuat, hanya selembar kertas bersegel sebagai akta jual beli dan kuitansi pembelian yang diketahui oleh lurah dan camat pada saat itu, bukan merampas tanah orang. Pajak Bumi dan Bangunan pun yang tertera adalah nama kami dan kami bayar setiap tahunnya walaupun tidak bisa dijadikan bukti kepemilikan tanah tetapi kami yakin tanah ini adalah hak kami,” pungkasnya. (wks)
Wijaya